Pekanbaru – Wakil Menteri Tenaga Kerja (Wamenaker) Immanuel Ebenezer Gerungan menyatakan siap membawa kasus dugaan penahanan ijazah mantan karyawan oleh salah satu perusahaan di Pekanbaru, Riau, ke jalur hukum. Immanuel menegaskan pihaknya tengah memperkuat bukti untuk kemudian melaporkan kasus ini ke kepolisian.
“Kalau perusahaan menyangkal, kita tinggal perkuat bukti dan laporkan ke polisi,” ujar Immanuel saat diwawancarai Kompas.com, Minggu (27/4/2025). Ia menambahkan, dirinya akan segera kembali ke Riau untuk berkoordinasi langsung dengan Kepolisian Daerah (Polda) Riau terkait langkah penegakan hukum.
Langkah tegas pemerintah ini mendapat dukungan dari Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Riau. Koordinator Wilayah KSBSI Riau, Juandy Hutauruk, menekankan bahwa dokumen pribadi seperti ijazah, KTP, KK, dan surat nikah tidak boleh ditahan oleh perusahaan, kecuali ada perjanjian tertulis yang sah.
“Prinsipnya, penahanan dokumen pribadi oleh perusahaan adalah pelanggaran, kecuali diperjanjikan secara tegas. Jika Menaker serius menuntaskan persoalan ini, perlu segera dibuat regulasi khusus untuk mengatur praktik penahanan ijazah di dunia kerja,” kata Juandy, Senin (28/4/2025).
Juandy juga mendorong pekerja untuk aktif berorganisasi dalam serikat buruh. Menurutnya, melalui serikat, pekerja akan mendapatkan pendidikan tentang hak dan kewajiban dalam hubungan industrial.
“Kesadaran berorganisasi penting. Lewat serikat buruh, pekerja bisa memahami posisi mereka dan memperjuangkan haknya secara kolektif,” ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut, Juandy juga menyoroti pentingnya penguatan fungsi pengawasan ketenagakerjaan. Ia menyambut baik rencana peluncuran Desk Ketenagakerjaan yang akan diresmikan pada 1 Mei 2025 bertepatan dengan peringatan May Day Provinsi Riau, sebagai upaya konkret memperbaiki sistem hubungan industrial di daerah.
“Pengawasan ketenagakerjaan harus diperkuat. Penahanan ijazah adalah pelanggaran serius terhadap hak pekerja,” tegas Juandy.
Kasus ini mencuat setelah puluhan eks karyawan mengaku ijazah mereka ditahan perusahaan setelah mereka mengundurkan diri. Hingga kini, jumlah korban yang melapor mencapai 40 orang. Pihak perusahaan membantah tuduhan tersebut, mengklaim bahwa para mantan karyawan bukan bagian dari perusahaan mereka.
Dengan perhatian publik yang terus meningkat, diharapkan kasus ini menjadi momentum penting untuk memperkuat perlindungan hak-hak pekerja, tidak hanya di Riau, tetapi juga di seluruh Indonesia. (Rls)